Sejarah dari Batu Quran berkaitan erat dengan Syekh Maulana Mansyur, ulama Banten yang terkenal di abad ke 15. Sejarah resmi tidak saya temukan mengenai Batu Quran di Cibulakan ini. Menurut penuturan penjaga Batu Quran, lokasi di mana Batu Quran ini dahulu adalah pijakan kaki Syekh Maulana Mansyur ketika hendak pergi berhaji ke tanah suci, Mekah.
Dengan membaca basmalah sampailah beliau ke tanah suci, Mekah. Ceritapun berlanjut ketika Syekh Maulana Mansyur pulang dari Mekkah muncul bersama dengan air dari tanah yang tidak berhenti mengucur. Penjaga Batu Quran menyakini bahwa air yang mengucur tersebut adalah air zam zam.
Derasnya
air tersebut menggenai daerah sekitar dan tidak berhenti. Syekh Maulana
Mansyur kemudian bermunajat kepada Allah dengan sholat 2 rakaat di
dekat keluarnya air (lokasi tersebut dikenal dengan batu sajadah).
Selesai shalat beliau kemudian mendapat petunjuk untuk menutup air
tersebut dengan al Quran. Atas izin Allah air tersebut berhenti mengucur
dan al Quran tersebut berubah menjadi batu sehingga batu tersebut
dinamakan Batu Quran.
Batu Qura'an Peninggalan Syekh Maulana Masyurudin |
Ada
sumber yang menyatakan bahwa batu Quran adalah adalah replika dari Batu
Quran yang ada di SangHyang Sirah, Taman Nasional Ujung Kulon yang
berkaitan erat dengan sejarah Sayidina Ali, Prabu Kian Santang dan Prabu
Munding Wangi. Sejarah Prabu Kian Santang (anak Prabu Siliwangi dari
Kerajaan Pajajaran) dikisahkan bahwa beliau belajar agama Islam di tanah
suci, Mekkah pada Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Setibanya di tanah air, Prabu Kian Santang kemudian beruzzlah ke Gunung Suci, Garut, Jawa Barat dan dikenal dengan sebutan Sunan Rahmat Suci. Untuk lebih mengetahui ajaran islam mengenai khitan maka Prabu Kian Santang menyuruh utusannya untuk belajar kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib di jazirah Arab.
Setibanya di tanah air, Prabu Kian Santang kemudian beruzzlah ke Gunung Suci, Garut, Jawa Barat dan dikenal dengan sebutan Sunan Rahmat Suci. Untuk lebih mengetahui ajaran islam mengenai khitan maka Prabu Kian Santang menyuruh utusannya untuk belajar kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib di jazirah Arab.
Mandi Air karomah Batu Qur'an & Memanjatkan Do'a Kepada Allah Swt. |
Sayyidina
Ali bin Abi Thalib kemudian pergi ke nusantara untuk menyerahkan kitab
suci al Quran kepada Prabu Kian Santang tetapi Prabu Kian Santang telah
meninggalkan tempat tersebut dan pergi menemui Prabu Munding Wangi yang
telah tilem di Sanghyang Sirah, Ujung Kulon.
Mendengar berita tersebut Sayidina Ali bin Abi Thalib mengejar ke Sanghyang Sirah tetapi Prabu Kian Santang telah pergi. Prabu Munding Wangi menerima kitab Al Quran disimpannya di dalam kotak batu bulat. Kemudian kotak batu berisi Al Quran tersebut ditaruh di tengah batu karang yang dikelilingi oleh air kolam yang sumber airnya berasal dari tujuh sumber mata air (sumur).
Mendengar berita tersebut Sayidina Ali bin Abi Thalib mengejar ke Sanghyang Sirah tetapi Prabu Kian Santang telah pergi. Prabu Munding Wangi menerima kitab Al Quran disimpannya di dalam kotak batu bulat. Kemudian kotak batu berisi Al Quran tersebut ditaruh di tengah batu karang yang dikelilingi oleh air kolam yang sumber airnya berasal dari tujuh sumber mata air (sumur).
Peristiwa Batu Quran ini beberapa abad kemudian diketahui oleh Syekh Maulana Mansyur berdasarkan ilham yang didapatnya dari hasil tirakat. Segeralah Syekh Maulana Mansyur berangkat ke Sanghyang Sirah.
Karena jauhnya jarak Sanghyang Sirah dan membutuhkan waktu dan energi yang luar biasa maka untuk memudahkan umat Islam yang ingin melihat Batu Quran maka dibuatlah replika Batu Quran dengan lengkap sumur tujuhnya di Cibulakan Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat.